Hari itu, hari pertama aku masuk sekolah, akhirnya aku dapat memakai seragam yang berbeda dari sebelumnya. Walaupun aku sudah ganti seragam, tetapi aku masih bertemu dengan teman-temanku yang lama, karena aku bersekolah di tempat aku sekolah dulu, artinya aku melanjutkan ke tingkat berikutnya. Waktu aku sekolah, aku merasa tidak nyaman, karena teman-temanku rata-rata tinggi. Sedangkan aku bertubuh kecil mungil. Tapi lama-kelamaan aku tidak peduli dengan hal itu, karena menurutku seseorang mempunyai kelebihan masing-masing. Jadi walaupun aku kecil, aku tetap percaya diri. Buktinya dengan tubuhku yang kecil ini aku masih bisa mendapatkan nilai yang baik. Ternyata tubuh yang kecil tidak menjadikan nyaliku kecil aku tetap semangat dan percaya diri. Itulah aku......
Setelah ujian selesai,aku di nyatakan lulus, aku bahagia karena sebentar kagi aku akan mengenakan pakaian putih abu-abu. Harapku, aku bisa bersekolah yan aku inginkan, yaitu sekolah yang bisa mengajarkan aku lebih banyak pengalaman, dari sekolah yang sebelumnya. Dahulu, aku bersekolah disekolah islam, tapi setelah selesai aku ingin mencoba di sekolah negeri, itu artinya sedikit pengajaran tentang agama. Tapi hal ini tidak didukung oloh kedua orang tuaku, mereka menginginkan aku bersekolah yang masih berbasis islam. Aku tidak mau, karena menurutku sudah cukup pembekalan tentang ilmu agama, dan saatnya aku mengejar cita-citaku yang lain. Pada saat itu aku sangat bingung, terkadang orang tuaku tadak mengerti kemauanku, padahal aku sudah cukup dewasa untuk menentukan dimana aku bersekolah, toh di sekolah yang aku ingankan tadak akan merubah aku menjadi anak yang nakal, aku berjanji bahwa aku akan menjadi anak baik sama seperti waktu aku bersekolah di sekolah yang dulu. Tapi keinginanku ini berbeda dengan keinginan orang tuaku, mereka tetap memaksaku. Apa boleh buat, dengan iming-iming yang diajukan orang tuaku, akhirnya aku mau bersekolah di sekolah yang di inginkan orang tuaku, walaupun dengan sedikit rasa terpaksa. Di sini ada konflik antara aku dengan orang tuaku. Dimana keinginanku berbeda dengan keinginan orang tuaku, damana aku dan orang tuaku sama-sama saling ingin di mengerti.
Setiap fase perkembangan memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan pengharapan atas apa yang akan diakukan oleh seseorang pada masa perkembangannya. Tugas-tugas ini bersifat normatif, on time, dan diharapkan serta diantisipasi oleh individu.
Havighurst (Kimmel, 1995: 15) menawarkan suatu konsep tugas perkembangan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap atau fungsi yang diharapkan dapat dicapai oleh individu pada setiap tahap perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan ini harus dicapai sebelum seorang individu melangkah ke tahapan perkembangan selanjutnya. Apabila seorang individu gagal dalam memenuhi tugas perkembangannya, maka ia akan sulit untuk memenuhi tugas perkembangan fase selanjutnya. Atau, apabila ia gagal melaksanakan tugas perkembangannya pada waktu yang tepat, maka ia akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya di waktu yang lain, atau melaksanakan tugas perkembangan pada tahapan yang lebih lanjut.
Dengan memahami tugas-tugas perkembangan remaja, maka kita sebagai seorang pendidik atau seorang dewasa yang terlibat dalam penanganan masalah remaja dapat memotivasi remaja dan menolong remaja memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Walaupun demikian, janganlah kita sebagai pendidik menempatkan posisi tugas perkembangan ini sebagai suatu paksaan kepada remaja. Segalanya kembali kepada individu tersebut, pada apakah ia telah menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tahap sebelumnya dengan baik, dan pada hambatan-hambatan yang dialaminya saat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya yang sekarang. Apabila kita menganggap tugas-tugas perkembangan itu seperti PR yang harus diselesaikan tepat waktu, dan penuh tekanan. Biarlah sang remaja menyelesaikan sendiri tugas-tugas perkembangannya menurut caranya, sementara kita orang dewasa membantunya bila ia menemui kesulitan dalam menyelesaikan tugas perkembangannya.
Tugas-tugas perkembangan seorang remaja menurut Havighurst adalah sebagai berikut :
Mencapai suatu hubungan yang baru dan lebih matang antara lawan jenis yan seusia.
2.Dapat menjalankan peran sosial maskulin dan feminin.
3.Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif.
4.Mengharapakan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5.Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.
6.Mempersiapkan karir ekonomi.
7.Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8.Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan utnuk berperilkau dan mengembangkan ideologi.
Seorang remaja dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan ke dalam tiga tahap secara berurutan (Kimmel, 1995: 16). Tahap yang pertama adalah remaja awal, di mana tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya sebagai remaja adalah pada penerimaan terhadap keadaan fisik dirinya dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif. Hal ini karena remaja pada usia tersebut mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan perubahan bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan sebagainya.
Tahapan yang kedua adalah remaja madya, di mana tugas perkembangan yang utama adalah mencapai kemandirian dan otonomi dari orang tua, terlibat dalam perluasan hubungan dengan kelompok baya dan mencapai kapasitas keintiman hubungan pertemanan; dan belajar menangani hubungan heteroseksual, pacaran dan masalah seksualitas.
Tahapan yang ketiga adalah remaja akhir, di mana tugas perkembangan utama bagi individu adalah mencapai kemandirian seperti yang dicapai pada remaja madya, namun berfokus pada persiapan diri untuk benar-benar terlepas dari orang tua, membentuk pribadi yang bertanggung jawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi yang di dalamnya juga meliputi penerimaan terhadap nilai dan sistem etik.
Demikianlah, penjelasan mengenai tugas-tugas perkembangan remaja sebagai satu bagian dalam memahami remaja sebagai suatu masa transisi. Diharapkan, pada saat ini kita telah sampai pada pemahaman bahwa sesungguhnya masa remaja adalah masa transisi yang menjembatani masa kanak-kanak yang tidak matang ke masa dewasa yang matang. Macam transisi yang berbeda akan membawa pengaruh yang berbeda pula bagi individu yang mengalaminya. Demikian pula dengan bagaimana cara kita melihat transisi tersebut akan mempengaruhi bagaimana kita dapat memahami apa yang dialami dan dirasakan oleh remaja. Selanjutnya, kita akan melihat perubahan dan perkembangan apa yang dialami oleh individu selama masa remajanya.